Prospek Kerja Mahasiswa Kehutanan

Prospek Kerja Mahasiswa Kehutanan, Melirik PPMB Kehutanan Unhas

Pembukaan Penerimaan dan Pembinaan Mahasiswa Baru (PPMB) di gedung perkuliahan baru Jurusan Kehutanan Unhas berlangsung khidmat menjelang siang itu, Selasa 28 Agustus 2012. Bagaimana tidak, sekitar 180 maba memperoleh kuliah umum dari Dr. Dwi Sudharto,MSc, Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan (BPPHH), Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. Dwi memaparkan panjang lebar tentang peluang kerja di bidang kehutanan.

Mulanya ia memperlihatkan slide kawasan hutan Indonesia, yang terdiri atas; hutan konservasi (26,8 juta Ha), hutan lindung (28,8 juta Ha), hutan produksi (32,6 juta Ha), hutan produksi terbatas (24,4 juta Ha), dan hutan produksi yang dapat dikonversi (17,9 juta Ha), total seluas 130,68 juta hektar. Masih luasnya hutan di Indonesia secara tak langsung menguntungkan calon sarjana kehutanan ini, sebab dari hutan itu akan berkelindan beragam jenis keahlian yang dibutuhkan, seperti pegawai negeri sipil (PNS), HPH, HTI, wiraswasta, konsultan, LSM, dosen, dan industri.

Dwi turut memotivasi mahasiswa baru ini dengan memaparkan keanekaragaman hayati dan tingkat endemisme alam Indonesia menurut World Conservation Monitoring Committee (1994) sebagai megadiversity. Dari data disebutkan 27.500 jenis tumbuhan berbunga atau sepuluh persen dari seluruh jenis tumbuhan di dunia, 515 jenis mamalia atau 12 persen jenis mamalia di dunia, 1.539 jenis burung atau 17 persen dari seluruh jenis burung di dunia, serta 781 jenis reptilia dan amphibia atau 16 persen dari seluruh reptilia-amphibia di dunia. Keanekaragaman ini tak lain karena keunikan alam indonesia yang terdiri atas ribuan pulau dengan pembentukan geologi (benturan lempeng) yang beragam. “Namun, keanekaragaman ini menuntut tanggungjawab yang sangat besar untuk mempertahankan keseimbangan antara kelestarian fungsi ekologis dan kelestarian manfaat (ekonomis) keanekaragaman hayati,” Ujar Dwi.

Lowongan kerja akan disediakan oleh pemerintah, pihak swasta dan bisa pula oleh sarjana sendiri melalui membangun usaha sendiri. Bagaimana menghubungkan antara beragam pihak ini dengan kampus, sebagai pabrik penghasil peneliti, usahawan, karyawan atau tenaga terdidik? Sehingga, Lembaga pendidikan harus memahami dan menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan penyedia tenaga kerja. Kampus bertanggungjawab dalam memenuhi kompetensi calon sarjana tersebut.

Pemerintahan

Kesempatan kerja di sektor pemerintahan dinilai sulit lantaran keterbatasannya, atau kesempatan itu bisa muncul ketika ada perubahan kebijakan di tingkat pusat. Apalagi dalam setahun ini keluar kebijakan moratorium (penundaan) penerimaan PNS (Pegawai Negeri Sipil). Di pemerintahan, terdapat beberapa peluang, diantaranya dengan terbitnya PP No.6/2007 Jo. PP No.3/2008, tentang pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). “Pemerintah merencanakan terdapat 600 KPH, yang terdiri atas KPH Produksi, KPH lindung, dan KPH Konservasi. Saat ini baru terbentuk 60 KPH atau 10 persennya. Sehingga, peluang kerja sarjana kehutanan, yaitu setiap KPH terdapat tiga pejabat struktural, dan setiap KPH terdapat beberapa tenaga fungsional tergantung luasannya,” ucap Dwi lagi.

Sarjana kehutanan dapat melirik pula sektor swasta, yang membuka peluang yang menjanjikan. Di sektor swasta para sarjana bisa terlibat dalam Ijin Pemanfaatan Hutan, industri hasil hutan, lembaga konsultan dan lembaga pendamping, lembaga penilai atau verifikasi, serta bergerak dalam dunia Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Ijin pemanfaatan kayu sesuai PP No.6/2007 Jo. PP No.3/2008 tentang pemanfaatan kawasan serta pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. “pemanfaatan kawasan hutan boleh dilakukan di hutan konservasi, kecuali cagar alam, zona rimba, zona inti serta taman nasional,” ujar Pengurus Pusat Himpunan Alumni Fakultas Kehutanan IPB Periode 2003 – 2006 ini. Ijin pemanfaatan hutan pada hutan produksi tersebut, diantaranya: IUPHHK –HA (Hutan Alam), IUPHHK-HT (Hutan Tanaman), IUPHHK-RE (Restorasi Ekosistem), dan IUPHHK-HTR (Hutan Tanaman Rakyat).

Industri

Sektor berikut yang tak kalah menariknya adalah sektor industri. Sarjana kehutanan bisa ikut terlibat dalam pengelolaan industri hasil hutan kayu dan non kayu, seperti rotan, getah, kulit, sheedlack, kokon, dan madu. Industri hasil hutan kayu terbagi dua, yaitu industri primer dan industri skunder. Industri primer diantaranya; industri kayu lapis, veneer, LVL, kayu gergajian dan Chip. Sedangkan industri sekunder yaitu industri furniture, pulp dan kertas, panel kayu (papan, serat, papan partikel), wood working, dan industri barang kerajinan.

“Persyaratan kebutuhan tenaga Sarjana Kehutanan tidak diatur dalam peraturan karena industri merupakan private sector. Tenaga Sarjana Kehutanan diperlukan oleh industri sesuai dengan kebutuhannya, misalnya Untuk menangani bahan baku (sbg Ganis Pengujian Kayu Bulat) dan untuk menangani pembibitan”.

Lembaga Konsultan

Tidak sedikit lembaga konsultan bergerak di bidang kehutanan. Lembaga ini biasanya diisi oleh para sarjana yang punya keahlian khusus atau telah melalui rangkaian panjang pelatihan dengan bejibun pengalaman menangani kasus-kasus tertentu. Para sarjana yang punya ketertarikan dalam membantu warga, perusahaan, atau pun pemerintah dalam menangani masalah mereka bisa menekuni bidang tertentu dan bergabung di lembaga konsultan.

Jasa lembaga konsultan/pendamping yang biasa dilibatkan yaitu dalam hal perijinan usaha, Analisis Dampak Lingkungan, survei lapangan, serta proses persiapan implementasi standar pada sertifikat PHPL (Pengelolaan Hutan Produksi Lestari), SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu, ISO (international Organization for Standardization), serta COC (Certificates of Confidentiality). Tentunya, lembaga konsultan memerlukan banyak sarjana kehutanan untuk memenuhi permintaan di atas. “Pelaksanaan SVLK berjalan serentak di seluruh Indonesia, sehingga dibutuhkan tenaga sarjana kehutanan sesuai dengan domisili pendampingan perusahaan atau industri di lokasinya masing-masing. Pelatihan SVLK sendiri dilakukan setiap tahun untuk menambah auditor,” Kata Dwi Sudharto, menyemangati para mahasiswa baru.

Lembaga Penilai

Dalam dunia kehutanan terdapat sistem terbaru dalam menangani maraknya penebangan liar serta problem tata kelola kehutanan yang ribet. Sistem ini mensyaratkan terbentuknya lembaga penilai yang independen dan berkompeten dalam menangani Pengelolaan Hutan Produksi Lestari melalui Lembaga penilai(LP – PHPL) dan industri melalui lembaga verifikasi (LVLK- Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu). Sarjana kehutanan dibutuhkan sebagai auditor untuk menilai PHPL pada IUPHHK-HA, IUPHHK – HT, dan Hak Pengelolaan. Untuk verifikasi legalitas kayu, sarjana dapat terlibat dalam menangani perjinan IUPHHK-HA, IUPHHK-HT, IUPHHK-RE, HTR, HKm (Hutan Kemasyarakatan, hutan desa, industri primer, industri skunder, pengrajin serta hutan hak.

Selain lembaga penilai, mahasiswa kehutanan dapat juga memosisikan diri dalam lembaga swadaya masyarakat (LSM). LSM turut berperan dalam mendorong isu-isu utama dalam pembenahan sektor kehutanan dan lingkungan, diantaranya isu perlindungan satwa liar, REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation), konservasi, legalitas kayu, dll. Contoh LSM yang bersentuhan dengan dunia kehutanan, antara lain; Sulawesi Community Foundation (SCF), WWF, Walhi, The Forest Trust, Javlec, Arupa, Multistakeholder Forest Programme (MFP), dan Forest Governance Program (FGP). “apalagi pada tahun 2013 nanti akan ada bantuan dari UKAID (Inggris) tentang isu-isu kehutanan, sebesar 10 juta pound-sterling. Seperti isu SVLK negara-negara maju di eropa ingin memperomosikan kayu legal,” tambah Dwi.

Selain peluang-peluang di atas, mahasiswa kehutanan dapat pula membuka usaha sendiri. Tentu dengan ditopang pengetahuan bisnis-manajemen, keahlian teknis, ketekunan, keberanian, modal usaha.

Author
SCF

Sulawesi Community Foundation

Leave a Reply

Skip to content