Sulawesi Community Foundation (SCF) bekerjasama dengan Partnershiip (Kemitraan) menyelenggarakan sekolah lapang pembibitan untuk kelompok tani Hutan Tanaman Rakyat (HTR) di Desa Messawea, Kecamatan Duampanua, Kabupaten Pinrang, berlangsung selama tiga hari 3 – 5 Juli 2012. Kegiatan ini diikuti oleh 25 peserta dari tujuh kelompok tani/koperasi se-Pinrang dan Koperasi tani dari Toraja, yaitu Koperasi (HTR) Sidomuncul Pinrang, Hutan Tanaman Rakyat Bonto Gasing Pinrang, HTR Koperasi Bulu Dewata, HTR Koperasi Indah Lestari, HTR Koperasi Ragam Buana Sejahtera, HTR Koperasi Gunung Jati, dan Koperasi HTR Walda Toraja.
Pelatihan ini difasilitasi sekaligus dilatih oleh Agus Affianto, seorang dosen kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM) dan Direktur Ekssekutif Indonesia Forest and Governance Institute (IFGI) Jogjakarta. Selama tiga hari itu dia melatih para petani untuk pembuatan hormon pertumbuhan akar, metode penyuntikan hormon ke pangkal batang pohon, serta pembuatan pupuk organik dan pestisida organik. Di samping itu, pihak SCF memfasilitasi perencanaan koperasi untuk tindak lanjut pasca pelatihan.
Hari Selasa, 3 Juli 2012, peserta seharian mempelajari pembuatan hormon akar bawang serta metode induksi akar pada bibit tanaman. Metode pembuatan hormon cukup mudah, dimulai dengan mengupas kulit luar bawang, mensayat tipis bagian ujung dan pangkalnya dan menyimpannya di atas nampan yang telah diisi air 1 – 2 mm serta media tanah. Bawang disimpan pada tempat gelap, tapi dijaga agar udara tetap masuk. Petani tinggal menunggu 3 – 4 hari hingga tumbuh akar bawang merah sepanjang 2 cm, lalu akar dipotong pada subuh hari (05.00 – 06.00 wita) menggunakan gunting yang bersih. Akar ini ditumpuk hingga halus lalu dilarutkan dalam air gelas dengan isi seperempat gelas. Larutan diaduk sekitar satu menit dan dibiarkan hingga terdapat endapan. Setelah dibiarkan selama satu hari, akan membentuk tiga lapisan pada air. Lapisan bagian bawah merupakan endapan akar bawang merah, lapisan tengah merupakan supernatan (hormon itu sendiri), dan lapisan teratas adalah lapisan minyak.
Nah, lapisan supernatan ini diambil dengan menggunakan suntik (spoid). Supernatan inilah nantinya menjadi larutan hormon, dimana pangkal bibit direndam di dalamnya untuk mempercepat pertumbuhan akar atau istilahnya induksi akar. Sebelum direndam, pangkal akar bibit dipotong menyamping untuk memperluas permukaan dan daun-daun bibit dikurangi untuk mengurangi penguapan.
Rabu pagi, Pukul 09.00 wita, peserta sekolah lapang memperaktekkan pembuatan pembedengan untuk uji coba penggunaan hormon pertumbuhan akar (induksi akar) pada bibit yang sudah di stek. Pada pagi hari itu juga Mas Picus (Agus Affianto) melanjutkan ujicoba penggunaan hormon pada tanaman layak berbuah untuk merangsang perbanyakan buah, hormon ini sebenarnya khusus untuk tanaman durian dan kelengkeng.
Mulanya para peserta yang berjumlah sekitar 20 orang itu melakukan pembersihan lahan untuk pembuatan bedengan. Mereka memindahkan bibit-bibit gmelina yang sudah membesar di sudut lahan. Sebelum pembuatan pembedengan, Lahan seluas 5 x 7 meter itu dibuatkan penahan sinar matahari berupa ‘para net’ dengan tiang-tiang dari batang pohon setinggi 2,5 meter. Setelah itu, dilakukan penggalian tanah sedalam 10 centimeter pada bidang 1 x 2 meter, kemudian lubang itu dilapisi plastik putih (pembedengan) sebagai alas. Bedeng itu ditaburi pasir sungai sebanyak satu gerobak dorong ‘Artco’ yang telah diberikan fungisida merek Dithone M-45 (satu sendok makan yang dicampur air ¾ ember 5 mil). Pasir yang telah diberi fungisida didiamkan selama 30 menit sebelum dimasukkan ke dalam media pembedengan. Penggunaan pasir agar pengambilan bibit nanti lebih mudah.
Dalam penanaman bibit stek yang telah direndam dalam larutan hormon, pasir dilubangi agar hormon yang telah melekat pada akar tidak memudar akibat bergesekan dengan pasir. Kemudian, bedeng ditutup dengan plastik sungkup untuk menjaga kelembaban, sebab akar tumbuh pada kondisi hangat tapi lembab. Cara mengecek sungkup tidak bocor yaitu dengan melihat titik-titik embun pada bagian dalam plastik. Jika titiknya membesar, berarti plastik ada yang bocor.
Setelah proses peyungkupan bibit, tunggu hingga muncul trubus maupun 2 atau 3 daun baru, ketika itu plastik sungkup sudah bisa beradaptasi dengan suhu diluar sungkup dengan membuka sedikit plastik pada sore hari. Kemudian setelah adaptasi boleh dibuka keseluruhannya pada pagi hari. Tak lama setelah itu, bibit sudah bisa dipindahkan ke media polybag, dan diletakkan tetap dibawah ‘para net’. Baru setelah itu bibit dipindahkan ke media matahari terbuka. Proses menunggu dari bibit di pembedengan hingga menuju polyback bisa sampai dua bulan lebih.
Selepas makan siang, Agus Affianto memperaktekkan metode pembuatan pupuk organik dan pestisida organik. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan pupuk organik yaitu sekam padi, gula satu seperdua genggam, roti kering, dan larutan yang berisi mikroorganisme (merek : EM 4 ) sebanyak tiga tutup botol. Sekam, gula, dan larutan itu dicampur ke dalam 5 liter air dalam satu ember kemudian diaduk merata. Sekam dan gula adalah makanan bagi mikroorganisme sebagai bahan fermentasi. Larutan ini bisa terus digunakan dan diaduk setiap enam jam sekali.
Setelah itu mencari tumpukan rerumputan dan dedaunan dicacah-cacah, lalu disirami larutan tadi hingga basah. Dedaunan ini mengandung posfat yang sangat banyak sebagai bahan pupuk. Tumpukan rumput itu ditutup selama 5 – 8 hari agar terjadi proses fermentasi. Tumpukan itu diamati dan dibolak-balik setiap sore, dan dideteksi perkembangannya dengan merasakan suhu tumpukan, jika suhunya panas berarti proses fermentasi masih berlanjut. Tumpukan cacahan rumput dan daun ini ditutup rapi menggunakan papan atau plastik di tempat berteduh. Setelah 8 hari, tumpukan rumput itu boleh ditebar atau disisipkan di sisi – sisi tanaman budidaya.
Petani juga memperoleh pengetahuan tentang metode pembuatan pestisida organik. Saat itu Agus meminta petani mencari tanaman baik itu akar, daun atau batang yang dianggap pahit. Bagian tanaman yang pahit itu lalu dicampurkan ke dalam larutan sekam, air gula dan larutan yang berisi mikroorganisme untuk fermentasi. Larutan campuran tersebut ditunggu hingga lima hari dan diaduk setiap sore hari. Air larutan itulah yang disemprotkan ke tanaman sebagai pestisida organik.
Selain melakukan demonstrasi/ praktek, Agus juga memotivasi para petani dengan menceritakan pengalaman-pengalamannya di berbagai daerah mengenai aktivitasnya dalam mengembangkan tanaman dan hutan. Suatu ketika ia mengamati seorang supir lagi asyik mengutak atik tanaman. Ia pun mengajak orang itu untuk berkeliling mencari tanaman jenis langka untuk dikembangkan. Mereka menelusuri beberapa kabupaten sekitar Jawa Tengah, dan akhirnya menemukan pohon kelengkeng yang buahnya besar-besar di salah satu halaman warga di tepi jalan. Mereka berhasil meminta sebatang cabang untuk dijadikan sampel stek.
Supir itu pun melakukan persemaian hingga mencapai seribu bibit, lalu memamerkan kelengkeng besar itu ke salah satu pameran di ibu kota? Untung tak diundang, Mentri Kehutanan saat itu, M.S Kaban, melihat buah kelengkeng tadi dan memesan bibit sebanyak 500 ribu bibit. Ia tak menyangka sebentar lagi kesejahteraannya meningkat pesat, ia pun mengusahakan ketersediaan bibit itu dan akhirnya memperoleh pemasukan puluhan juta rupiah. Ia terus mengembangkan usahanya dan telah menjadi pengusaha sukses. Kini ia memiliki tiga buah rumah dan sebuah mobil mewah. Jauh melambung dari yang sebelumnya hanya seorang supir mobil.
Kamis, 5 Juli 2012, Pertemuan hari terakhir ini mengarah pada pembahasan rencana tindak lanjut para koperasi dan kelompok tani. Selain itu, dilakukan simulasi ulang metode pembuatan hormon induksi akar. Simulasi sebelumnya telah diperaktekkan pada Selasa, 3 Juli 2012.