Berawal dari pembentukan Working Group Pemberdayaan 2006, yang merupakan tindak lanjut dari CBFM Summit di Yogyakarta, September 2006, serta penerbitan PP 6/2007, peluang program pemberdayaan masyarakat sekitar hutan mulai terbuka. Program ini dalam bentuk hutan kemasyarakatan, hutan desa, hutan tanaman rakyat dan kemitraan. Salah satunya adalah hutan desa, yaitu hutan yang dikelola oleh masyarakat yang terikat sejarah, tradisi dan asal-usul hidupnya dengan hutan.
hutan desa adalah hutan Negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa, mengacu pada UU No. 41/99 tentang kehutanan, khususnya pada pasal 5 ayat 1. Lalu pada Permenhut P.49/2008 yang membahas peraturan operasionalnya, hutan desa diartikan sebagai hutan Negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa serta belum dibebani izin/hak.
Pengembangan hutan desa sudah berjalan pada 1999, mulanya dilakoni oleh Yayasan Damar di Kulonprogo, Yogyakarta yang dilatari minimnya pendapatan asli warga desa. Inisiatif perizinan pernah terhambat lantaran pemerintah tak bisa mengeluarkan izin, kemudian perkara ini dapat dikompromikan melalui hakim.
Hutan desa juga dikembangkan oleh Perum Perhutani, bersamaan dengan digulirkannya program PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat). Perum ini merumuskan sebuah nama yang disebut wengkon, yaitu petak pengakuan desa atau petak-petak hutan tertentu yang masuk dalam wilayah desa. Pengelolaan wengkon dilakukan dengan menggunakan pendekatan bagi hasil, yang aturan mainnya sudah ditentukan, berdasarkan perjanjian antara Perum Perhutani dengan lembaga pemangku wengkon yakni LMDH ( Lembaga Masyarakat Desa Hutan).
Praktik pengelolaan, seperti penentuan jenis tanaman, jarak tanam, target, dan pemasaran didasarkan pada kaidah-kaidah pengusahaan hutan Perum Perhutani. Sementara peran LMDH pada umumnya hanya terfokus pada penanaman dan pengamanan. Sehingga, wengkon PHBM pada dasarnya sekadar sebuah pendekatan, dimana LHDH tidak memiliki kewenangan penuh untuk mengelola wengkon sesuai dengan kepentingan masyarakat tersebut.
Di Jambi, Kabupaten Tebo, Desa Mangunjayo, hutan desa dikembangkan sebagai instrument resolusi konflik pada kawasan eks HPH PT Sylva Gamma. Pengembangan hutan desa Mangunjayo dikawal oleh Yayasan Cakrawala, Fakultas Kehutanan UGM, dan Kelompok Pengelola Hutan Desa Mangunjayo (KPHD-Mj). Model hutan desa ini berdasar klaim adat terhadap suatu area, dimana sebagian wilayah klaim merupakan kawasan hutan negara.
Desa Mangunjoyo pada awal 2000 mengklaim secara adat kawasan hutan, dimana pada klaim itu termasuk juga kawasan hutan penelitian eks HPH Silvagama. Konflik pun tersulut. Benang merah kesepakatan baru direkatkan pada pertengahan 2002, penyelesaian ditempuh dengan pemetaan secara partisipatif kawasan hutan klaim adat sebagai wilayah administrasi seluas 10.800 ha. Terdiri dari 5500 ha berada dalam kawasan hutan eks PT Sylvagama dan 5.300 ha merupakan lahan milik masyarakat. Sehingga kawasan 5.500 ha itu tetap diakui sebagai kawasan hutan Negara, tapi dikelola secara komunal dan tidak diakui sebagai lahan milik pribadi masyarakat.
Nah, geliat dan kejelasan hutan desa makin nampak saat pemerintah mengeluarkan PP 06/2007 dan PP 03/2008. PP ini menyebutkan bahwa ada tiga skema pola pemberdayaan masyarakat sekitar yang dapat dilakukan, yaitu hutan desa, hutan kemasyarakatan, dan pola kemitraan. Mengacu pada PP 06/2007 itu hutan desa dianggap sebagai kawasan hutan negara, disana belum dibebani izin dan hak, dan boleh dikelola oleh desa untuk kesejahteraan masyarakatnya. Cakupan hutan desa pada hutan Negara tak berlaku pada kawasan cagar alam dan zona inti Tanaman Nasional. Subyek hutan desa adalah desa-desa yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan dan memegang izin pengelolaan selama kurun waktu tertentu.
Target Hutan Desa
Pencanangan Hutan Desa oleh Menteri Kehutanan, (30/3/09), di Dusun Lubuk Beringin, Kecamatan Bathin III Ulu, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi, menjadi kepastian tenurial hutan desa. Pada acara itu dilakukan penyerahan SK Menteri Kehutanan tentang Penetapan Areal Kerja Hutan Desa seluas 2.356 hektar kepada Bupati Bungo.
Pencanangan hutan desa ini bertujuan untuk sosialisasi kebijakan dan program desa kepada masyarakat dan institusi, untuk memotivasi pelaksana program hutan desa di daerah. Di situ juga ditetapkan Areal Kerja Hutan Desa oleh Menteri Kehutanan pada Gubernur serta pemberian Hak Pengolahan Hutan Desa dari Gubernur kepada Lembaga Desa.
Perluasan areal kehutanan masyarakat terus diupayakan Departemen Kehutanan, dalam bentuk hutan kemasyarakatan, hutan desa, hutan tanaman rakyat, dan pola kemitraan hutan adat. Hingga 2015, target perluasan HKm seluas 2,1 juta ha, HTR seluas 5,4 juta ha, kemitraan di hutan alam 50% dari ijin (Deklarasi PRHM 2009). Sedangkan untuk hutan desa, Ditjen RLPS Departemen Kehutanan menargetkan perluasan 2 juta hektar sampai 2015.
Hutan Desa di Bantaeng, Sulawesi Selatan
Di Sulawesi Selatan, hutan desa dicanangkan di Desa Labbo, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Bantaeng, disahkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 55/Menhut-II/2010. Luas hutan di desa ini sebesar 342 ha, berupa hutan lindung. Hutan desa di Labbo ini merupakan tindak lanjut dari Hutan Desa pertama di Dusun Lubuk Beringin Kabupaten Bungo, Jambi.
Salah satu aspek yang dikembangkan dalam hutan desa ini adalah aspek ekonomi dalam pengembangan pasar, melihat pasar di desa ini kurang berkembang. Hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya informasi pasar, untuk itu perlu adanya pengamatan lingkungan untuk melihat peluang baru bagi masyarakat di Desa Labbo. Peluang pemasaran adalah suatu kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan pendapatan.
Penelitian tentang hutan desa di desa Labbo dilakukan oleh Muhammad Alif K. Sahide dan Micha Ekaputra P. Hasil penelitiannya berupa aspek ekonomi dalam pengembangan pasar produk hutan desa, berupa kopi arabika, kopi robusta, markisa kuning, markisa edulis dan madu. Juga mencari hubungan antara petani, badan Usaha Milik Desa Ganting (BUMDes) dan Dinas Perindustrian Perdagangan Kab. Bantaeng dalam bekerjasama sebagai sarana promosi untuk setiap produk.