Jatuh Bangun Pelayanan Hak-Hak Dasar di Lonebasa

Oktober ini dilakukan pergantian fasilitator di Lone Basa. Fasilitator sebelumnya, Amir, dianggap kurang mampu menjalankan program dengan baik, sehingga ia digantikan sama Niksen Lumba.

Niksen harus bekerja keras di Lone Basa, hari sabtu malam (20/10) dia mengumpulkan ketua-ketua RT se Lone Basa untuk mendata warganya yang buta huruf serta membicarakan kelembagaan sanggar. Pertemuan yang merupakan lanjutan dari pertemuan malam rabu itu dipimpin oleh Sekretaris Desa, Pak Dasmin yang juga dihadiri Kepala Desa Apolos. Peserta berjumlah sepuluh orang yang juga dihadiri oleh Oktavianus (Kader Pendidikan) dan Ibu Silva (Kader Kesehatan) serta ketua sanggar

Peserta sepakat untuk bersama-sama besok, sehabis pulang gereja untuk memindahkan sanggar ke Polindes. Selain itu, peserta didik yang diidentifikasi berjumlah 27 orang itu akan diundang keesokan harinya untuk membicarakan kembali kontrak dan model belajar. Selain itu dirumuskan rencana kegiatan sanggar, antara lain ; melaksanakan kegiatan rapat bulanan, mencatat pelaksanaan penimbangan dan pemeriksaan ibu hamil dengan jadwal setiap bulan pada minggu terakhir, pemindahan sanggar, pembersihan sanggar, serta pengadaan perangkat HT.

Hasil rapat juga menyusun kegiatan kader. Kader kesehatan bertugas untuk mengisi buku timbangan, mencatat masalah-masalah kesehatan lalu mendiskusikannya dalam pertemuan bulanan. Untuk Kader pendidikan, yaitu menyusun daftar materi pelajaran serta mencatat masalah-masalah yang juga dibicarakan pada pertemuan bulanan. Untuk “kesempatan berusaha” akan ada pembentukan kelembagaan industri kopi, pembentukan kelompok tani, serta penyuluhan budidaya perkebunan di Demplot (demonstrasi plot) mengenai cara berkebun yang baik.

Pendidikan

Selama program PNPM Peduli berlangsung, Oktavianus (Kader Pendidikan) telah mencoba untuk melatih 16 murid. Oktav mengunjungi mereka di kebun masing-masing atau secara berkelompok pada saat mereka ‘mapalus’ atau bekerja sama membersihkan kebun. Namun, pelaksanaan pendidikan model ini diakui oleh fasilitator atau pun kader sendiri kurang maksimal. Di samping kesempatan kader yang terbatas, Oktavianus juga mengurus kebunnya dan mengajar murid ketika mereka punya kesempatan bertemu di kebun. “Aktivitas belajar mengajar beberapa bulan ini tidak jalan. Jadi kami menggalang kembali dan mencari ulang para murid untuk diajak belajar lagi,” ujar Niksen.

Niksen memaklumi hal ini, karena Oktav juga mengalami kesulitan ekonomi. Sementara ini ditaktisi dengan penambahan seorang kader pendidikan, yaitu Pak Komedi untuk mendampingi Oktav. Pada minggu kemarin, berkumpul 15 murid yang diharapkan punya keinginan kuat untuk belajar. Murid yang rencana akan diajar berjumlah 27 orang, sesuai dengan hasil identifikasi pertemuan tingkat RT semalam (malam ahad). Hasil pertemuan kemarin, belajar bersama pada hari minggu, setelah ibadah di gereja, pertemuan pertama pada hari Minggu, 28 okober nanti.

Murid-murid yang sebelumnya telah diajar sudah sulit diajak kembali. Selain lokasinya jauh, juga mereka sudah tidak ingin diajar, oktavianus kesulitan menemukannya kebun. Beberapa juga sudah terlihat mahir dan menghentikan pembelajaran, seperti Suprio dan Setio. Beberapa orang juga tetap melanjutkan pelajaran, seperti Anton Mado dan Jemi Mado. “Yang 27 orang ini nanti kita tes bagaimana kemampuan dasarnya,” ujar Oktavianus.

“kondisi pengajaran masih fluktuatif, kita harus bekerja simultan. Saat ini diupayakan bekerjasama dengan pemerintah desa hingga tingkat RT. Di sini ketua RT sangat didengar oleh warga. Pertama, kita ikuti apa maunya mereka dengan menyesuaikan dengan kemauan kita. Kita mau mengatur jadwal mengajar dan kalau bisa belajar di sanggar,” kata Niksen. Sanggar tak lama lagi dipindahkan ke polindes, dan mobiler sanggar sementara ini juga digunakan untuk atifitas PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), begitu pula dengan alat peraga sebagian berada di PAUD.

Kesehatan

Dukun Sejati, menjalankan tugasnya dengan baik, yaitu sebagai dukun terlatih. Pemantauan penimbangan bayi dilakukan di rumah kepala desa setiap bulan, begitu pula dengan pemeriksaan ibu hamil dilakukan tiap bulan. Sejauh ini, selama mengikuti program PNPM Peduli telah menolong lima ibu hamil, yaitu Mertiana (31), Olvian, Justri, Nasmawati, Yarniawati.

“Persalinan berjalan lancar, ibu sehat sehabis melahirkan. Setelah program ini, tidak ada lagi infeksi dan sudah menggunakan kaos tangan. Penggunaan alat sudah diketahui sejak 20 tahun lalu, tapi baru tahun ini bisa diperaktekkan. Baru saat ini juga ada penimbangan bayi,” ungkap Sejati.

Ibu yang telah menjadi dukun sejak tahun 90-an itu telah menolong 70 an ibu hamil. Sejauh ini tidak ada masalah yang dihadapi, Cuma dulu pernah menghadapi ibu hamil yang tidak bisa keluar tali plasenta-nya. Namun, dukun sejati saat ini menderita sakit, jadi aktivitasnya sebagai kader kesehatan tidak maksimal, sehingga untuk saat ini kader kesehatan diperankan oleh Ibu Silva (kakak dukun sejati). Ibu Siva juga sering membantu Sejati dalam menjalani tugasnya sebagai dukun bayi.

Di Lone Basa juga terdapat bidan, yaitu Ibu Nelvian. Ibu Nelvian selalu bekerjasama dengan Sejati. Tapi, ketika ibu Nelvian tidak ada di tempat, Sejati lah mengambil peran sepenuhnya. “Ibu Bidan ke Lone Basa setiap tiga bulan sekali,” ujar Sejati.

Kesempatan Berusaha

Sebelumnya masih sebatas penyiapan komputer untuk mempermudah akses informasi, meski masih kurang maksimal. Sekarang sementara diusahakan penyediaan industri kopi. Fasilitator pun mulai menghimpun data tentang ketersediaan bahan baku, luas kebun kopi, siapa pemiliknya. Setelah bertemu dengan ketua-ketua RT, disosialisasikan bahwa yang telah ada anggarannya baru sebatas penyediaan mesin penggilingan untuk penepungan. Untuk mesin sangrai dan mesin pengupas tinggal dicarikan jalan penyediaannya. Namun, kalau diharapkan disangrai sendiri, pasti hasilnya (rasanya) berbeda-beda.

Fasilitator juga mengusahakan terlaksananya pelatihan budidaya kakao di demplot (demonstrasi plot), yaitu di sebuah kebun warga (milik Pak Patimus, ketua BPD). Di tempat itu peserta akan dilatih teknik pemupukan yang baik, pembibitan, pemangkasan, pembersihan lahan, sanitasi, dan cara panen. “Banyak juga yang minta diajar cara ‘sambung samping’. Kita nanti mengajak juga para murid kader pendidikan untuk mengikuti pelatihan budidaya kakao ini,” ujar Niksen.

Author
SCF

Sulawesi Community Foundation

Leave a Reply

Skip to content