Mister Jabon dari Luwu Timur

“Menanam pohon jangan sekadar di mulut saja, tapi harus melalui perbuatan,” Ir. H. Zainuddin, Msi, (49), Kepala Dinas Kehutanan Luwu Timur (Lutim).

Sepintas Zainuddin tampak seperti jagoan koboi. Postur tegap dengan tinggi di atas 173, lengan lebar, bertopi ala koboi, stelan jeans dan sepatu boat. Rokok Sampoerna pun terlinting ringan di jemarinya, sesekali ia hisap sambil berkomentar panjang lebar tentang kondisi kehutanan di Lutim. Ia birokrat yang jago ngomong, ketika ngomong selalu diikuti dengan tawa menggelegar. Membuat gagang kacamatanya turut bergetar.

Tapi, jangan heran jika tiba-tiba menemui Kepala Dinas Kehutanan yang biasa disapa Bang Jay ini dalam keadaan berkeringat dan sedang menenteng cangkul. Pasalnya saban pagi dan sore ia selalu menyibukkan dirinya di kebun halaman rumahnya di pinggir Jalan poros Trans Sulawesi Kecamatan Wotu. “Tak enak rasanya kalau saya tak menanam satu pohon dalam sehari,” ungkap Bang Jay. Di halamannya terdapat beberapa tanaman durian lokal dan otong, pohon sengon, Jabon, gmelina, jati super, eboni, bayam, cempaka, kalapi serta beberapa jenis tanaman hias.

Ia berkebun sejak dua tahun lalu, setelah ia menjabat menjadi Kepala Dinas Kehutanan. Sebelumnya ia malang melintang di dunia konstruksi sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kab. Luwu Utara. “Awalnya saya berfikir sektor kehutanan itu lebih banyak berbicara tentang peraturan dan kebijakan. Tapi ternyata bukan hanya itu, ketika mengunjungi PT. Vale untuk membahas reklamasi pasca tambang, tiba-tiba saya memperoleh bibit jabon, maka saya berfikir urusan kehutanan juga berkaitan dengan urusan tanam menanam,” ujar Bang Jay. kemudian Bang Jay mendengar ada program Kebun Bibit Rakyat (KBR) dari BPDAS PS (Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial) yang dialokasikan di Kab. Lutim sebanyak 6 (enam) KBR pada akhir Tahun Anggaran 2010, namun Bupati ragu apakah bisa melaksanakan program tersebut. Kemudian Bang Jay berhasil meyakinkannya. Ia memulai nya dengan 6 KBR hingga 34 KBR saat sekarang ini.

Setelahnya, ia mulai gencar mencari informasi mengenai cara menanam pohon. Ia kemudian meminta petani mengambil bibit di hutan dan memulai pembuatan nursery (perawatan bibit) di halaman belakang rumahnya,” ujar Kepala Dishut yang dilantik pada 7 Oktober 2010 ini.

Suasana kediaman Bang Jay menawarkan ketenangan. Di belakang rumahnya terdapat balairung tempat para petani biasa berkumpul. Pada setiap sisi rumah berjejeran tanaman hias yang menyejukkan mata. Belum lagi kalau kita menengok ke area kebun, kita akan menyaksikan ratusan pohon berdiri kaku menjulang ke langit. Di dalam rumah kita akan disuguhkan dengan kopi setia, kopi yang rasanya tertahan di langit-langit. “Di balairung ini kita adakan pertemuan Asosiasi Petani Kayu Rakyat se Kab. Luwu Timur. Asosiasi petani kayu ini akan memudahkan para petani dalam menjual kayunya, dalam mendapatkan informasi harga, jaringan pasar, serta tempat mereka saling berbagi pengetahuan,” ungkap ayah dari tiga anak ini.

Para tamu yang bertandang akan diajak ke kebun yang terletak sekitar setengah kilometer dari rumahnya. Melihat jejeran pohon jabon yang tersusun rapi di lahan tiga hektar. Pohon yang ukurannya sudah seukuran paha orang dewasa dan berumur setahun lebih. Pohon ini menjadi investasi keluarga. Sekarang sudah ada 23 hektar lahan berisi Jabon dan Sengon. Diperkirakan jumlah investasi pohon yang ditanam berkisar 23 ribu batang kayu yang bernilai ekonomis. “Jika dalam setahun bisa terjual Rp. 1,2 juta perpohon, jika seribu pohon dalam satu hektar kita dapat memperoleh hasil 1,2 miliar pertahun,” ucapnya jumawa.

Selain sebagai pecinta tanaman, Bang Jay merupakan kepala dinas yang aktif membenahi institusinya. Menurutnya, sektor yang paling menjanjikan setelah tambang di Lutim adalah sektor kehutanan, bagaimana tidak, 80 persen wilayah lutim adalah hutan, dimana tambang, air dan keanekaragaman hayati ada di dalam hutan. Bukti dari keseriusannya, anggaran yang dikelola Dinas Kehutanan pun kian melejit. Dishut Lutim mengelola dana 6 miliar yang sebelumnya hanya mengelola dana 2 miliar pertahun. Dana tersebut diperoleh dengan kerja keras.

Limpahan dana itu diperoleh dari upayanya memperjuangkan Dana Alokasi Khusus Dana Rerboisasi (DR). Dana DR ini adalah dana yang bersumber dari pemanfaatan sumberdaya hutan yang kemudian dikembalikan untuk merehabilitasi hutan dan lahan, dimana porsi untuk pemerintah pusat 60 persen dan Pemerintah daerah penghasil sebesar 40 persen. Zainuddin juga mengembangkan KBR untuk meringankan beban petani kayu, hingga kini telah ada 34 KBR di Lutim. Pada masanya juga, KPH (Kesatuan Pemantauan Hutan) Larona terbentuk. KPH Larona saat ini menjadi acuan atau model dalam pengelolaan hutan lindung di Indonesia.

Hal yang cukup menjanjikan lainnya adalah usaha Zainuddin untuk mengajukan usulan pencadangan skema Hutan Tanaman Rakyat (HTR) di Lutim. “Peta pencadangan HTR dan tandatangan bupati sudah ada, tinggal dibawa ke jakarta. Luas lahan yaitu 26 ribu hektar dan jumlah desa yang sudah teridentifikasi ada 20 desa,” ungkap alumni Teknik Sipil Unhas tahun 1991 ini. Ia pun menginginkan bahwa yang memperoleh manfaat dari HTR adalah rakyat kecil, bukan kaum elit. HTR adalah pola pemberian ijin pemanfaatan kawasan hutan produksi oleh masyarakat di sekitar dan dalam hutan. Para pemilik koperasi dan kelompok tani lainnya akan mendapat bantuan dana kredit dari BLU untuk mengimplementasikan rencana kerja tahunan yang telah dibuat. Saat ini Dinas Kehutanan Lutim bekerjasama dengan Sulawesi Community Foundation (SCF) dalam proses penyiapan dokumen, kelembagaan, dan sumberdaya manusia di Lutim.

Bang Jay menunjukkan lukisan kuda yang terpajang di ruang tamunya. “Pemilik lukisan pastilah pekerja keras,” katanya. Dan di balik kerjakerasnya dia adalah sosok pemikir yang tenang dan strategis. Ia memikirkan seluk beluk kehutanan dan masa depan kehutanan seratus langkah ke depan. Kini ia aktif melakukan kampanye menanam pohon dan virus menanam pohon itu telah tertular pada salah satu kerabatnya, Bapak Sukman Sadike, anggota DPRD Lutim yang lagi demam memelihara pohon. Juga pada sebagian besar petani di Luwu Timur telah terjangkit sindrom menanam pohon.

Ia pun bermimpi agar masyarakat kelak rajin menanam pohon. Dan ia telah memberi contoh. “Kalau mengajak masyarakat, jelaskan dulu manfaat ekonominya. Kayu ini investasi paling bagus, harganya naik terus. Selain itu terdapat manfaat lingkungan di mana lahan menjadi subur,” tambahnya.

Belakangan ini kawan-kawannya selalu meyapanya “Mr. Jabon”. Ia senang dengan sapaan itu. “Kayu jabon melenting kalau dipukul, jabon lebih bagus daya serap cahayanya sebab daun lebar. Harganya juga bagus. Nah. Kalau tidak mau mewariskan kemiskinan, tanamlah Jabon,” kelakar satu-satunya Kepala Dinas yang mencintai tanaman dan menjadi tauladan dalam menebarkan virus menanam kayu ini.

Author
SCF

Sulawesi Community Foundation

Leave a Reply

Skip to content