Monitoring REDD+ di Sultra: Sinergi BPDLH, KLH, Pemprov, dan SCF Pastikan Manfaat bagi Masyarakat

Kendari, 22 Agustus 2025 – Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) bersama Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) melaksanakan Monitoring On-Site Terpadu Proyek RBP REDD+ for Results Period 2014–2016 GCF Output 2 di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tanggal 21–22 Agustus 2025. Kegiatan ini menjadi langkah penting untuk menilai capaian proyek, memperkuat koordinasi multipihak, serta memastikan manfaat REDD+ benar-benar dirasakan oleh penerima manfaat. Monitoring dilakukan dengan melibatkan pemerintah daerah provinsi, dinas terkait, lembaga perantara, serta masyarakat di tingkat tapak.

Rangkaian kegiatan dimulai pada 21 Agustus 2025 di Kantor Bappeda Provinsi Sulawesi Tenggara. Forum ini membahas dokumen strategis REDD+ seperti IGRK 2025–2027, FREL Subnasional, MRV, dan DRAM. Kegiatan ini dihadiri oleh Bappeda, Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup, serta SCF sebagai lembaga perantara dalam program REDD+. Mutiah Ilmi D. Haq dari Bappeda Provinsi Sulawesi Tenggara menyampaikan, “Sebagai perwakilan penerima manfaat, Bappeda berperan dalam memperkuat arsitektur REDD+ dan tata kelola kelembagaan melalui sinergi pemerintah provinsi dan lembaga perantara.” Dalam forum tersebut, BPDLH menekankan pentingnya menjaga akuntabilitas program. Tim monitoring dari BPDLH menyampaikan bahwa pelaporan kegiatan secara tepat waktu menjadi bagian dari tata kelola yang baik. Menurutnya, ketertiban administrasi akan membantu menjaga fleksibilitas pendanaan GCF yang disalurkan melalui BPDLH untuk pemerintah provinsi, sekaligus memperkuat legitimasi capaian REDD+ di tingkat nasional maupun internasional.

Koordinasi & diskusi dengan penerima manfaat Provinsi Sulawesi Tenggara dan Tim Pokja REDD+

22 Agustus 2025, monitoring dilanjutkan ke lokasi tapak yang menjadi bagian dari implementasi proyek. Lokasi pertama adalah Kelurahan Watu-Watu, Kota Kendari. Tim bersama Dinas Lingkungan Hidup dan UPTD Tahura Nipa-nipa Kota Kendari melakukan observasi terhadap Bank Sampah Kodya yang saat ini memiliki lebih dari 110 nasabah aktif salah satunya kelompok sadar wisata yang di wilayah kerja Tahura Nipa-nipa. Inisiatif ini berawal dari sulitnya mengelola sampah khsusnya sampah yang dihasilkan pada sektor wisata alam. Upaya yang dilakukan bank sampah tidak hanya mengurangi timbulan sampah rumah tangga, tetapi juga mengubah cara pandang masyarakat bahwa sampah dapat menjadi sumber ekonomi yang produktif dan sebagai aksi mitigasi perubahan iklim. Perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup, Nanda, memberikan apresiasi terhadap kiprah masyarakat Watu-Watu. Ia mengatakan, “Bank Sampah ini menunjukkan kontribusi nyata masyarakat dalam pengendalian iklim. Peran seperti ini perlu terus diperkuat melalui kelembagaan yang solid, dukungan pemerintah daerah, serta kolaborasi lintas pihak. Dengan cara itu, inisiatif masyarakat akan lebih konsisten dan memberikan manfaat jangka panjang.” 

Observasi proklim dan diskusi kelompok bank sampah Kodya untuk program pengelolaan sampah

Kunjungan kemudian berlanjut ke Desa Watuporambaa di Kabupaten Konawe Selatan untuk berdialog dengan kelompok perhutanan sosial. Pertemuan difokuskan pada revisi Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS), penguatan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS), serta pengembangan komoditas unggulan jahe, kunyit, dan nilam. Diskusi juga menyoroti kendala yang dihadapi masyarakat, khususnya penyakit pada tanaman jahe dan terbatasnya akses pemasaran produk. Heni dari BPDLH menjelaskan bahwa peran Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara sangat penting dalam mendampingi masyarakat menghadapi berbagai tantangan di tingkat tapak. Melalui KPH Gularaya di bawah Dinas Kehutanan, pemerintah hadir untuk memberikan pendampingan teknis, mulai dari solusi penyakit pada tanaman jahe hingga dukungan akses pemasaran. KPH juga dapat memfasilitasi masyarakat dengan menghadirkan narasumber yang ahli dalam bidangnya. Dalam skema ini, Sulawesi Cipta Forum (SCF) berperan sebagai Lembaga Perantara (Lemtara) yang menyalurkan pendanaan dari BPDLH kepada penerima manfaat, sehingga pendampingan pemerintah dapat berjalan lebih optimal.

Dukungan fasilitasi bisnis kelompok perhutanan sosial Gapoktan Karya Tani

Monitoring on-site terpadu ini menjadi bukti komitmen BPDLH untuk menjaga akuntabilitas pendanaan internasional sekaligus memastikan manfaatnya dirasakan masyarakat. Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, melalui Bappeda, Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup, serta KPH, berperan aktif dalam perencanaan, pendampingan teknis, dan pengawalan implementasi program di tingkat tapak. Dalam skema ini, Sulawesi Cipta Forum (SCF) sebagai Lembaga Perantara (Lemtara) berperan dalam menyalurkan pendanaan dari BPDLH kepada penerima manfaat. Sinergi lintas dinas pemerintah daerah, dukungan SCF, dan partisipasi komunitas lokal menjadikan Sulawesi Tenggara berpeluang menjadi model implementasi REDD+ yang menekan deforestasi sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Transparansi, partisipasi, dan keberlanjutan menjadi prinsip utama dalam mengawal keberhasilan program ini.


Penulis: Waode Mar’atun Sholiha

Author
SCF

Sulawesi Community Foundation

Leave a Reply

Skip to content