Pentingnya Meningkatkan Kapasitas Pendamping Hutan Rakyat

Selama 4 hari (20-23 Juni), calon-calon pendamping Hutan Rakyat (HR) mengikuti kegiatan pelatihan di Makassar. Kegiatan yang dilaksanakan di Hotel Avira tersebut menghadirkan peserta pendamping dari berbagai kota di Sulawesi. Manajer Program Sulawesi Community Foundation (SCF), Antonius Jana Sanjaya mengungkapkan, nantinya setelah kegiatan training ini selesai, para peserta diharapkan benar-benar memiliki kapabilitas untuk mendampingi masyarakat dalam mengelola HR.

Nyoman Pujawan dari Dinas Kehutanan Sulawesi Selatan yang hadir sebagai narasumber mengatakan, menjadi seorang pendamping, khususnya dalam program HR bukan pekerjaan mudah. Dalam melakukan pendampingan, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana hubungan antar individu atau antar kelompok bekerja. Seorang pendamping juga harus bisa memahami tata kelola kelembagaan dalam sebuah kelompok.

Yang tak kalah penting lagi, seorang pendamping harus benar-benar memahami tentang apa yang dimaksud dengan HR. “HR yang sebenarnya adalah hutan yang ditanam oleh masyarakat, ditanam di tanah hak milik, bukan di hutan,” kata Nyoman.

Selain diberi pemahaman tentang HR, para peserta diberi wawasan tentang organisasi dan lembaga. Sebab dalam melakukan pendampingan, seorang pendamping akan berurusan dengan sebuah kelompok atau organisasi, misalnya kelompok tani hutan rakyat. Untuk itu kata Nyoman, dalam melakukan pendampingan, yang pertama-tama harus dilihat adalah kelompoknya beserta anggota pengurus.IMG_7906

Selanjutnya kata Nyoman, pendamping juga harus belajar mengenai sejarah dan karakteristik desa yang didampingi. “Dalam pendampingan ada tujuan yang ingin dicapai. Perhatikan juga bagaimana kualifikasi keanggotaan,” jelasnya. Nantinya, hasil pengamatan yang dilakukan pendamping, kemudian diterjemahkan lebih jauh di anggaran rumah tangga, yang mengatur tata tertib dalam kelompok tersebut.

Sementara itu, trainer SCF, Abdul Syukur Ahmad mengingatkan bahwa, seorang pendamping bukanlah orang yang mengerjakan tugas-tugas anggota kelompok, melainkan sebagai orang yang memudahkan. “Pendamping memberi petunjuk dan menyediakan alat untuk mengerjakan, bukan yang mengerjakan secara langsung,” katanya.

Ia menambahkan, kepuasan seorang pendamping atau fasilitator akan terasa jika kelompok yang didampingi sudah berhasil orang atau kelompok yang didampinginya berhasil dan sukses mencapai tujuannya. Karena itu, seorang pendamping sebaiknya tidak secara langsung melakukan tugas-tugas kelompok dampingan, melainkan hanya memberi kemudahan untuk bisa melakukan sendiri mencapai tujuan. Dengan kata lain, seorang pendamping tidak melakukan pemetaan, tapi memfasilitasi kelompok dalam memetakan area.

Dalam pelatihan ini, peserta juga diajak melakukan simulasi pendampingan secara langsung. Mereka dibagi ke dalam beberapa kelompok dan diminta membuat perencanaan pendampingan di daerah asal masing-masing.

Peserta mengikuti kegiatan ini dengan cukup antusias dan penuh semangat. Salah seorang peserta dari Kabupaten Luwu Timur, Ansar mengungkapkan, ia mendapatkan banyak pengetahuan dari kegiatan ini. “Tadinya saya belum terlalu paham mengenai Hutan Rakyat. Setelah bergabung dalam pelatihan ini, saya mendapat banyak pengetahuan dan mulai tumbuh minat menjadi seorang pendamping,” ucapnya.

Ansar juga merasa senang bisa bergabung dengan peserta yang berasal dari kabupaten lain, sehingga bisa saling bertukar informasi mengenai kondisi di daerah asal masing-masing.(*anis)

Author
SCF

Sulawesi Community Foundation

Leave a Reply

Skip to content