Menurut Anton Sanjaya, Manager Program SCF, pengambilan kayu di hutan produksi itu belum menjadi masalah. “Jika pengambilan kayu dilakukan secara tebang pilih, satu persatu, itu tidak akan mengganggu kestabilan ekosistem hutan tropis. Yang dapat merusak itu adalah pengambilan secara massif terhadap kayu di hutan. Itu tidak akan mengembalikan kestabilan ekosistem hutan tropis,” kata Anton. Memang kalau diamati dari jauh, dari tepi jalan Desa Salemo dan Binuanga, kawasan itu masih terlihat rimbun dengan hijau terhampar.
UD. Lili pun mengaku belum mendapat hambatan serius. “Sejauh ini kendala yang kami hadapi yaitu modal, permintaan banyak dan bahan baku juga bisa diakses,” ungkap Leko. Bersama Steven dari UD Rakyat Mania, Leko termasuk pemasok bahan baku untuk kebutuhan kayu rumah panggung di Woloan, Tomohon. Setiap bulan dia memperoleh pesanan dari Woloan untuk menyediakan bahan baku berupa balok besar ukuran tiang dan kerangka rumah dari kayu Aliwowos, groti kecil dan lapis berseri (kayu nyatoh dan bolangitang) atau ukuran lainnya ke pemasoknya di Woloan. “Para pemasok itu rata-rata belum punya ijin usaha dan berskala rumah tangga. Yang sering meminta kayu itu ada Weli, Sawon, dan Oon,” kata Leko, yang saat itu sibuk menghitung-hitung dengan kalkulator.
Sementara pesanan untuk kebutuhan rumah lokal, dapat berupa papan lebar (tebal 4 centimeter, lebar 15 – 20 centimeter), papan sempit (tebal 5 centimeter dan lebar 10 centimeter), dan balok hati (tebal 10 centimeter dan lebar 20 – 30 centimeter). Saat itu balok-balok groti kecil sementara dinaikkan ke dalam mobil truk, seorang pegawai sementara menandai ujung balok dengan kapur tulis. Truk tersebut hendak bergerak ke Manado. “Harga papan sekitar Rp. 2.5 juta perkubik, jadi untungnya sekitar satu juta perkubik,” ungkap leko.
Leko mengirim produksi kayunya sebanyak dua kali sebulan ke Manado dan Tomohon melalui jalur darat. Sekali mengirim menggunakan sebuah truk yang dapat memuat tujuh sampai delapan kubik balok-balok kayu. Waktu tempuh ke Manado memakan waktu selama 6 – 7 jam. “Namun kadang dalam sekali kirim para supir harus menyetor uang jalan ke beberapa pos pengamanan di sepanjang jalan Bolmut – Manado. Pengeluaran sekali jalan hingga 2 – 3 juta rupiah,” ungkap Adink.
Selanjutnya, terkait isu kayu ramah lingkungan, Leko mulai mengenal garis besar SVLK. Beliau siap untuk mengikuti pelatihan SVLK yang diadakan pada hari Rabu, 30 Oktober 2013 itu. “Kami akan mengarah ke SVLK, kami harus mempelajarinya lebih banyak,” ujar Leko.
UD Rakyat Mania
Kami berkunjung ke UD. Rakyat Mania, Desa Talaga, Kec. Bintauna pada waktu yang kurang tepat. Bapak Steve, pemilik industri sedang tak ada di tempat dan kami hanya menemui pegawainya yang bernama Opank. Pegawai yang sudah berumur itu merasa tidak berwenang untuk membeberkan informasi perusahaan, sehingga kami cukup kesulitan untuk menggali data perusahaan yang dengar-dengar sudah mulai mengurus sertifikasi SVLK.
Meski begitu, satu hal menarik, saya dapat menyaksikan rumah panggung yang dimaksud, melihat motif dan ukurannya. Mengamati warna kayu yang dipoles halus pada lembar-lembar seri yang tertempel di dinding dan plafon. Rumah kayu yang merupakan prototipe/model rumah panggung Minahasa khas Woloan itu tampaknya merupakan satu-satunya rumah panggung di daerah itu. “Rumah ini cuma contoh saja, siapa tahu ada orang lokal sini yang berminat membangun rumah panggung. Jadi tidak perlu jauh-jauh memesan ke Woloan,” ungkap Opank.
Saya melihat-lihat ke belakang, produk olahan kayu yang dihasilkan UD. Rakyat Mania sama dengan perusahaan yang lain, yakni papan, groti kecil, balok besar (untuk tiang), lapis berseri. Jenis kayu yang digunakan juga sama, rimba campuran dan aliwowos, namun jenis kayu yang mendominasi produk yang ada di sana saat itu adalah kayu bolangitang dan nyatoh. “Aliwowos belum ada karena belum ada yang memesan,” kata Opank.
Sama halnya dengan UD. Lili Meubel, UD. Rakyat Mania mengirim produknya ke Manado-Tomohon dan ke Surabaya. Kayu Aliwowos yang telah bertranspormasi menjadi balok-balok untuk tiang dan kerangka bangunan itu banyak dikirim ke UD. Panca Putra di Woloan, Tomohon. UD Rakyat Mania dengar-dengar sudah mulai mengajukan seleksi untuk memperoleh sertifikat verifikasi legalitas kayu. Sehingga saat ini sudah ada dua perusahaan yang berniat mengikuti anjuran pemerintah agar perusahaan teliti betul dalam memperoleh kayu, dimana kayu harus jelas asal usulnya dan diperoleh dengan prinsip-prinsip ramah lingkungan. UD. Rakyat Mania mewakili industri primer dan UD. Panca Putra mewakili industri lanjutan sebagai pilot project SVLK.
Sebenarnya kami belum puas menggali informasi di UD. Rakyat Mania, namun kami harus segera meninggalkan Bapak Opank yang begitu hati-hati memberi informasi. Kami kemudian mengunjungi UD. Elvita yang dipimpin oleh Bapak Firman, namun sayang seribu sayang, Bapak Firman tak ada di tempat, beliau saat itu berada di Manado. Sehingga kami hanya sekadar mengamati proses pengolahan kayu di pabrik belakang rumahnya. Para tukang kayu UD. Elvita sementara menghaluskan sebuah pintu yang bahan bakunya dari kayu cempaka. “Biasanya kami menyelesaikan dua pintu sehari,” kata tukang yang tak diketahui namanya. Di sana terdapat juga balok-balok kecil (groti kecil), papan, dan balok besar. Jenis-jenis kayunya sama dengan industri primer yang lain, yaitu rimba campuran, meranti, cempaka, jati, jabon. “Ada juga kayu besi di sana, namun para tukang tidak mau bilang,” kata Adink.Ibu Ning, istri Firman juga tak banyak omong. Sehingga informasi yang diinginkan tak dapat diperoleh.
Petang hari, Perjalanan ke Manado
Hari mulai menyusut, semburat senja mulai merona di cakrawala. Kami pun kembali ke Boroko untuk negosiasi peminjaman mobil. Sekaligus untuk menghimpun tenaga untuk pemberangkatan ke Manado. Saya beruntung hari itu, dapat ditemani sama Adink dan Sasli, dua tenaga honorer yang terlihat tak lelah menamani untuk mengunjungi industri. Syukur pun berlipat dua ketika Adink bersedia untuk mengantar hingga ke Tomohon. Dalam kondisi lelah dia menyetir mobil menembus gelap dan meraba ruas jalan sempit, dimana mobil harus hati-hati ketika hendak berpapasan.
Alam imajinasi saya tidak sampai untuk menjawab apa gerangan yang menghubungkan antar peristiwa? Kenapa ruang dan waktu membuka gerbangnya untuk dijelajahi? Kenapa banyak orang baik yang datang membantu? Ini merupakan misteri yang tidak pernah terjawab. Masa depan adalah urusan masa depan, kita hanya bisa meramalkan, memprediksi. Yang terjawab hanyalah pristiwa saat ini, faktisitas, fakta yang tiba-tiba hadir. Kemudian kita tercenung, dan merenungi bahwa betapa tidak kuasanya kita di hadapan ruang dan waktu