Yang penting bisa membuka akses ke Unit Manajemen.’’ Prinsip ini yang dipegang anggota Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK), -sebuah jaringan independen organisasi masyarakat sipil yang selama ini fokus di bidang pengelolaan sumberdaya alam, termasuk kehutanan. Pemantauan dilakukan di Luwu Raya yang secara khusus memantau standar keabsahan sumber kayu Unit Manajeman (UM) PT Panca Usaha Palopo Plywood (Panply) yang selama ini dikenal sangat tertutup terhadap pihak luar, apalagi yang berlabel ‘pemantau’ dan ‘LSM’. Pemantau selalu hanya bisa menembus Pos Satpam.
Pemantauan dilakukan tahun 2011. Begitu sulitnya menembus perusahaan sehingga pemantau harus bolak-balik mengecek kesediaan perusahaan menjawab surat pemantau, hingga akhirnya diputuskan untuk tidak usah ketemu.
Belajar dari pengalaman tersebut, membuat JPIK wilayah Luwu Raya harus merubah pendekatan pemantauan agar bisa menembus UM. Untuk itu, sebelum dimulai pemantauan tahun 2012, pemantau merumuskan rencana dan strategi pemantauan dengan target menembus perusahaan kayu lapis berstatus PMA dengan kapasitas produksi plywood 122.810 meter kubik pertahun. Apalagi sejak 13 Desember 2011, perusahaan ini sudah mendapat Sertifikat Standar Legalitas Kayu dari Komite Sertifikasi Lembaga Legalitas Kayu (LVLK) PT Mutu Agung Lestari sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan No.P.6/VI-Set/2009 mengenai Standar Legalitas kayu pada Izin usaha Industri Primer Hasil Kayu (IUIPHHK) dan Izin Usaha Industri (IUI) Lanjutan.
Kenapa demikian? Pertimbangannya sederhana, yaitu jika tetap tidak ada akses ke UM maka masih besar kemungkinan perusahaan itu menerapkan manajemen tertutup dan menyimpan banyak permasalahan di internal perusahaan. Begitu juga sebaliknya, dengan menembus akses ke perusahaan kayu lapis yang terletak di Desa Barowa Kecamatan Bua Kabupaten Luwu ini, targetnya sangat sederhana, paling tidak dapat diketahui bagaimana penerapan prinsip-prinsip standar keabsahan legalitas kayu dan kinerja pengelolaan hutan produksi lestari, baik melalui wawancara dengan pihak managemen, juga akan mempermudah proses pemantauan selanjutnya.
Bagi pemantau sendiri, terbuka ruang mensosialisasikan dan memperkenalkan Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) yang bekerja di wilayah Luwu Raya, dan menyampaikan maksud dan tujuan pemantauan serta posisi pemantau dalam skema Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikkasi Legalitas Kayu sesuai Permenhut Nomor P.68/Menhut-II/2011.
‘’Pokoknya bagaiamana bisa berkenalan saja dulu dengan pihak UM. Persoalan akses data dan dokumen sesuai permintaa akan terbuka juga. Sekarang ini, bagaimana ketemu dulu.’’. Setidaknya demikian kesepakatan yang terbangu di antara tim pemantau. Demikian juga dengan pendekatan kepada instansi pemerintah yang terkait, seperti Dinas Kehutanan, Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD), Dinas Koperindag, dan DPRD Luwu.
Pertanyaan yang jadi perdebatan ketika itu, adalah ‘’Kenapa harus memperkenalkan diri dan apakah memang kita tidak dikenal oleh mereka?’’ Diskusi soal ini cukup alot di kalangan pemantau. Pasalnya, beberapa menilai bahwa ternyata pemantau tidak cukup dikenal dan apa perlu memperkenalkan diri kepada pihak UM sementara hampir semua anggota tim terlibat dalam investigasi illegal logging di Sulsel tahun 2003-2006, yang ketika itu wilayah Luwu Raya dan Toraja termasuk jadi lokasi investigasi. Hasilnya kemudian, di ekspose di DPRD Provinsi Sulsel melalui hearing dan pemutaran film dokumenter. Belum lagi, Maddika (pemuka adat) Bua yaitu Andi Syarifuddin Kaddiraja cukup mengenal baik beberapa tim pemantau baik secara personal maupun lembaga.
Ternyata persoalannya bukan disitu, tapi bagaimana memperkenalkan kerja-kerja JPIK yang secara aturan main sangat jelas dalam aturan, yang agak berbeda dengan kerja investigasi beberapa waktu lalu. Karena tidak bisa dipungkiri hasil kerja investigasi yang selama ini dilakukan membuat UM sangat resisten terhadap hal-hal yang berbau ‘pemantau’ dan ‘LSM’. Maka disepakatilah sebagai siasat, bahwa kerja pemantau independen kehutanan ini berbeda dengan investigasi illegal logging, karena hasil dari pemantauan akan membantu UM untuk menjamin keberlangsungan suplai bahan-bakunya.
Ternyata informasinya, beberapa hal menjadi alasan resistennya UM ini terhadap pemantau dari LSM. Diantaranya, dari hasil investigasi illegal logging beberapa tahun lalu menimbulkan dampak yang cukup besar bagi salah satu unit perusahaan PT Panply di Toraja, karena dapat teguran langsung dari Gubernur Pemprov Sulsel dan dihentikan sementara waktu. Selain itu, memang beberapa kasus lingkungan yang mencuat di permukaan pada September hingga November 2011 lalu. Warga melakukan aksi penutupan saluran air limbah PT Panply yang mengalir ke sungai Bua karena diduga mencemari air sungai. Kasus ini menggiring PT Panply dalam rapat dengar pendapat Komisi III DPRD Kabupaten Luwu. Mungkin inilah yang melatarbelakangi munculnya resistensi PT Panply terhadap lembaga pemantau.
Akhirnya diputuskan untuk silaturrahmi dengan Maddika Bua Andi Syarifuddin Kaddiraja yang juga mantan Humas PT Panply. Rupanya ini menjadi pintu masuk yang cukup strategis untuk menembus UM. Meskipun sudah tidak berstatus karyawan, namun paling tidak posisinya sebagai pemuka adat Bua masih sangat diperhitungkan. Selain itu, sebagai mantan karyawan di sana tentu masih memiliki kontak person yang bisa mempermudah akses masuk ke UM. Harapannya, lewat Maddika Bua bisa memfasilitasi pertemuan antara pemantau dengan adik kandungnya yang juga Kepala Sumber Daya Manusia (SDM) PT Panply, Andi Umair Kaddiraja. Dia dikenal paling keras dan cukup berpengaruh di dalam UM.
Dari pertemuan itu, Maddika Bua siap memfasilitasi akses masuk ke PT Panply. Meskipun saat itu tidak langsung menghubungi pihak UM, namun sudah memberikan jaminan akan ketemu UM. Dia minta supaya masukkan surat secara formal ke PT Panply. Mantan Humas PT Panply itu juga mengajak kepada pemantau untuk terus melakukan pemantauan terhadap Panply supaya ada jaminan keabsahan kayu yang masuk di Panply.
Tidak lama setelah itu, tanggal 17 April 2012, surat kami dititip saja di Satpam PT Panply karena hari itu Kepala Humas tidak ada di lokasi. Satpam sampaikan supaya kembali lagi besoknya, agak pagi sekitar jam 09.00 wita. Lazimnya, sebelum mulai aktifitas ada rapat para pimpinan, makanya dianjurkan datang pagi karena lebih mudah ketemu para pimpinan ketimbang siang karena sudah disibukkan dengan aktifitasnya masing-masing.
Sebelum jam 09.00 wita besoknya, pemantau sudah ada di Pos Satpam. Langsung diantar masuk ke ruangan Kepala Humas. Menunggu sekitar 30 menit, barulah Kepala Humas Iksan A keluar dari ruangannya membawa surat. Setelah menjelaskan tujuan pemantauan dan menyampaikan pesan dari Maddika Bua untuk Kepala SDM. Hari itu juga berhasil ketemua Kepala SDM PT Panply Andi Umair Kaddiraja. Besoknya, 19 April 2012 berhasil ketemu Senior Manager, Ir Faisal bersama Kepala SDM Andi Umair Kaddiraja. Paling tidak dari pertemuan itu, pihak UM PT Panply mengetahui kerja-kerja pemantau independen, siapa saja yang tergabung dalam Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) di Wilayah Luwu Raya, membangun komunikasi awal untuk pengimplementasian standar keabsahan legalitas kayu dan penilaian kinerja pengelolaan hutan produksi lestari di Luwu Raya, dan terjadinya sharing informasi antara pemantau dengan pihak UM.
Cara lain yang dilakukan selama pemantauan, adalah menyebar surat penyampaian pemantauan dan permohonan dokumen ke berbagai instansi terkait, seperti Dinas Kehutanan Kabupaten Luwu dan Propinsi Sulsel, Dinas Koperasi dan Perindag Kab.Luwu, Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kabupaten Luwu dan Sulsel, BP2HP, dan Balai Laboratorium Besar Hiperkes, serta Polres di Luwu Raya. Lagi-lagi, targetnya bagaimana memperkenalkan JPIK untuk memudahkan kerja-kerja pemantauan yang akan datang. Setidaknya, dengan penyampaian pemantauan ke berbagai pihak membuat aparat polisi hutan se wilayah Luwu Raya aktif melakukan patroli, dan selama tiga bulan terakhir marak berita di koran penangkapan kayu illegal.
Dalam proses pemantauan, keterbukaan informasi publik menjadi isu menarik, mengingat Kehutanan sebagai salah satu Kementerian yang sudah memiliki Permenhut Pelayanan Informasi Kehutanan sebagai implementasi UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Regulasi ini juga menjadi pintu masuk untuk memudahkan dalam mengakses informasi di setiap badan publik. (***)
Penulis : Basri Andang (Tim Pemantau Independent Kehutanan Luwu)
editor : Idham Malik (Sulawesi Community Foundation)