Tanpa Dokumen, Industri Tak Siap Sertifikasi

Ini kali kedua kami datang pada ibu Jo, mimiknya selalu datar dan jawabannya sama “Dokumen yang kalian cari tidak ada”.

Februari 2012, sebuah pelatihan Pemantau Independent Kehutanan dilaksanakan oleh Sulawesi Community Foundation (SCF). Waktu itu merupakan pelatihan tahap kedua, proses peningkatan kapasitas para pemantau independent kehutanan yang dihadiri oleh peserta dari empat provinsi Regional Sulawesi. Umumnya mereka adalah para aktivis yang terlibat di organisasi lingkungan.

Setelah pelatihan, dibentuk beberapa tim pemantau independent kehutanan, yang akan bertugas melakukan pemantauan di beberapa Unit Manajemen Industri Kehutanan di daerahnya masing-masing. Salah satunya adalah tim pemantau yang berada di wilayah Makassar. Untuk wilayah Makassar salah satu yang akan di pantau adalah Unit Manajemen CV. Sumber Karya Utama (SKU) yang berada di Jalan Panampu Kota Makassar.

Tim Pemantau Independent Kota Makassar terdiri dari tiga orang, Mutia Jamaluddin (22), Sasliansyah (26) dan Nouval (24). Setelah melalui kesepakatan, Mutia dipilih menjadi Koordinator Tim. Dalam penyusunan rencana kerja tim berkonsultasi dengan Pihak SCF, banyak masukan yang diberikan, salah satunya adalah memberikan arahan teknis strategi pemantauan yang akan dijalankan.

Kegiatan pemantauan kehutanan di Indonesia adalah hal yang sudah cukup lama di jalankan, namun selama ini belum dilakukan dalam bingkai aturan yang dilindungi oleh undang-undang dan peraturan pemerintah, sehingga umumnya hanya dilakukan oleh LSM tertentu yang punya keseriusan dalam proses advokasi lingkungan hidup di Indonesia.

Menemukan Kendala

Tim mulai menjalankan kegiatan pemantauan. Berdasarkan pada peraturan pemerintah no,….. Aturan tersebut memberikan landasan konstitusional bagi proses kerja yang kami jalankan, serta menciptakan ruang gerak lebih kepada tim untuk mengeksplorasi lebih banyak informasi yang bisa didapatkan pada saat kegiatan pengumpulan informasi di lapangan.

Namun fakta berkata lain, kondisi di lapangan tidak sesuai dengan apa yang direncanakan, tim menemukan sejumlah kesulitan dalam mengakses informasi yang dibutuhkan baik dari pihak UM maupun dari Pemerintah, khususnya dinas terkait, Dinas Kehutanan, Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kota Makassar.

Hari itu Jumat (9/03), seorang anggota tim, Sasliansyah melakukan kunjungan perdana ke Unit Manajemen CV. SKU. Setiba di lokasi, di sisi timur terlihat beberapa pekerja sedang melakukan kegiatan pemotongan kayu, kayu-kayu yang awalnya berbentuk log kini telah menjadi bagian-bagian kecil yang berbentuk papan dan balok dengan berbagai ukuran. Setelah melalui proses pemotongan, kayu disimpan di sisi barat, di tempat yang sama, terlihat beberapa pekerja mengangkut kayu dan dinaikkan ke atas sebuah mobil truk enam ban.

Dalam menjalankan proses produksi, umumnya karyawan tidak menggunakan helm, sarung tangan, baju kerja khusus, mereka hanya menggunakan masker sebagai penghalang debu dari hasil potongan kayu. Dilihat dari peralatan keselamatan yang seharusnya digunakan, terlihat mereka tidak mematuhi standar, namun kami tidak sempat melakukan proses wawancara sehingga tidak mengetahui secara pasti mengapa mereka tidak menerapkan Standar keselamatan Kerja.

Tidak berapa lama kami masuk ke kantor UM untuk mencari informasi yang lebih lengkap tentang CV. Sumber Karya Utama. Suasana kantor terlihat sepi, ada beberapa meja yang kosong, hanya ada seorang perempuan yang duduk di pojok sebelah barat, di meja ada beberapa berkas pengurusan kayu. Ketika melihat kehadiran kami dia berdiri sambil menyapa, “cari siapa ya?”, terlebih dulu kami mengambil tempat untuk duduk, lalu memperkenalkan diri dan menjelaskan tentang maksud kedatangan. Setelah mendengar tujuan kedatangan kami, ia lalu mengatakan bahwa informasi yang anda butuhkan tidak bisa mereka siapkan karena pimpinan lagi tidak berada di tempat, dan ia tidak punya wewenang untuk memberikan informasi tersebut. Tanpa memaksa untuk meminta informasi kami lalu meninggalkan kantor UM.

Dua hari setelah itu, Senin (11/03), kami melanjutkan pencarian informasi ke Badan lingkungan Hidup Daerah(BLHD). Setelah bertanya pada beberapa staf tentang tujuan kedatangan kami, kami lalu di antar ke salah seorang Ibu yang menangani bagian Amdal, UPL dan UKL. Ibu itu masih terlihat cukup sibuk dengan pekerjaannya. Kami menyapanya, “Selamat Siang Bu, Kami dari pemantau Independent Kehutanan…….” Setelah mendengarkan penjelasan kami, ibu itu lalu mencari sesuatu di laci mejanya, seolah sudah tahu dengan apa yang kami butuhkan. “ Data yang kalian butuhkan tidak ada, CV. SKU tidak memiliki Dokumen UPL dan UKL,” katanya. Kami sedikit bingung dengan jawaban itu karena yang kami ketahui bahwa setiap perusahaan yang akan didirikan wajib memiliki Dokumen Amdal, UPL atau UKL.

Merasa Belum mendapatkan informasi yang cukup, beberapa hari kemudian kami kembali lagi bertemu dengan Pihak BLHD, untuk mencari kebenaran pernyataan awal, bahwa Dokumen Lingkungan tersebut tidak ada. Sekali lagi kami bertemu dengan ibu, yang oleh rekan kantornya akrab disapa dengan Ibu Jo. Namun penjelasan yang diberikan tetap sama bahwa data yang kami cari tersebut tidak ada.

Kami pun mencoba mencari informasi lebih jauh, selang berapa lama ibu tersebut menyuruh salah seorang stafnya untuk mencari data tentang CV. SKU. Stafnya kemudian datang dengan membawa sebuah dokumen berwarna merah, yang bertuliskan laporan Pemantauan Lingkungan CV. SKU untuk periode tahun 2005. “Inilah data terkahir yang dimasukkan oleh CV. SKU, dan setelahnya tidak ada lagi,” ujar ibu Jo. Pernyataan itu lalu dilanjutkan dengan pernyataan salah seorang Staf BLHD lainnya, yang mengatakan bahwa CV. SKU adalah salah satu industri yang tidak taat dalam menjalankan aturan yang telah ditetapkan atau termasuk dalam kategori CV yang “ nakal” ujarnya.

Penulis : Sasliansyah (Tim Pemantau Independent Kehutanan Makassar)
Editor : Idham Malik (Sulawesi Community Foundation)

Author
SCF

Sulawesi Community Foundation

Leave a Reply

Skip to content